Pekerja terlihat sedang melakukan pemasangan lantai jembatan Awee Geutah. (Foto/ Ist)
Laporan: Hamdani dari Bireuen
Deru mesin dan debu pekerjaan masih menguar di Awee Geutah–Teupin Reudeup, Kabupaten Bireuen. Di titik yang sejak berhari-hari lalu ditunggu masyarakat sebagai jalur penyambung harapan, sebuah jembatan darurat alternatif ternyata belum juga siap dilalui. Harapan yang sempat menyala, kembali harus ditahan.
Berdasarkan laporan yang diterima media ini pada Senin, 15 Desember 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, kondisi terakhir jembatan darurat tersebut masih berada pada tahap finishing.
"Para pekerja terlihat melakukan pemasangan lantai jembatan, sementara struktur penyambungan utama sebenarnya telah rampung sejak dua hari lalu," kata Khairul Fahmi yang mengaku berada di lokasi pembuatan jembatan tersebut.
Keterlambatan ini menjadi sorotan karena sebelumnya jembatan tersebut dijanjikan akan siap digunakan pada Jumat pekan lalu. Janji itu disampaikan langsung oleh penanggung jawab pekerjaan di lokasi, Somad, yang saat itu meyakinkan bahwa proses pengerjaan berjalan sesuai target.
"Jumat pekan depan siap," kata Somad kepada saya Kamis, 4 Desember 2025 lalu kepada saya di lokasi pembuatan jembatan darurat.
Namun realita di lapangan berkata lain. Hingga Senin sore, jembatan yang diharapkan menjadi solusi sementara bagi mobilitas warga belum juga bisa dilewati. Akibatnya, arus kenderaan masih terhenti, dan masyarakat tetap harus menggunakan boat di Krueng (sungai) Kuta Blang.
Situasi ini diperparah oleh isu yang berseliweran di media sosial. Sejumlah unggahan media sosial menyebutkan bahwa jembatan darurat Awee Geutah tersebut sudah siap digunakan. Informasi itu memicu banyak pengendara datang dan mengantre di sekitar lokasi, hanya untuk mendapati kenyataan pahit: jembatan belum bisa dilewati.
Wajah-wajah kecewa terlihat jelas di sekitar lokasi. Di tengah keterbatasan pasca bencana dan rusaknya akses utama, jembatan darurat bukan sekadar bentang besi dan papan—ia adalah urat nadi kehidupan warga. Setiap hari keterlambatan berarti tambahan jarak, waktu, dan beban bagi masyarakat kecil.
Kini, yang tersisa hanyalah penantian. Penantian agar jembatan darurat itu benar-benar menjadi jembatan harapan, bukan sekadar janji yang kembali tertunda. []


