Warga dan operator getek penyeberangan terlihat sedang berjibaku menyelamatkan penumpang yang tenggelam. (Foto/Ist)
Laporan Hamdani dari Bireuen
Sungai Krueng Pesuangan di Desa Ulee Jalan, Kecamatan Pesuangan Selatan, Kabupaten Bireuen siang itu tampak biasa. Air mengalir tanpa firasat, seolah tak sedang bersiap menelan nasib manusia. Namun beberapa menit kemudian, sungai itu berubah menjadi saksi bisu sebuah tragedi yang mengguncang hati warga di dua desa.
Selasa, 16 Desember 2025, sekitar pukul 12.25 WIB, sebuah getek penyeberangan, yang merupakan alat transportasi sederhana yang selama ini menjadi tumpuan hidup warga, setelah jembatan penyeberangan putus total akibat bencana banjir dan longsor akhir November silam tiba-tiba karam di lintasan Desa Ulee Jalan menuju Desa Darul Aman, Kecamatan Peusangan Selatan, Kabupaten Bireuen.
Getek itu membawa enam orang penumpang, dua unit sepeda motor, serta 30 sak beras seberat 15 kilogram per sak. Muatan yang berat, di atas perahu yang kecil, menjadi kombinasi berbahaya di tengah arus sungai.
Sekitar pukul 12.15 WIB, getek mulai bergerak meninggalkan tepi sungai. Baru sekitar 10 meter dari daratan, perahu datar itu mendadak bergoyang keras. Beberapa penumpang berusaha menjaga keseimbangan, namun sia-sia. Dalam hitungan detik, getek oleng, terbalik, lalu tenggelam, menyeret manusia dan barang ke dasar sungai.
Teriakan minta tolong pecah bersamaan dengan air sungai yang bergolak. Warga yang berada di sekitar lokasi kejadian berlari, melompat ke sungai, menggapai siapa pun yang masih terlihat di permukaan. Tanpa alat keselamatan, tanpa perhitungan, mereka hanya mengandalkan naluri kemanusiaan.
Upaya itu menyelamatkan lima nyawa. Satu demi satu korban berhasil ditarik ke tepian dalam kondisi lemah dan basah kuyup. Namun sungai belum melepaskan semuanya. Satu penumpang lain hingga kini masih hilang, namanya bahkan belum sempat dicatat, identitasnya belum diketahui. Ia pergi menyeberang, lalu lenyap di arus.
Penumpang yang berada di atas getek tersebut diketahui bernama Zulkarnanen (45) warga Desa Tanjung Beuridi, Fuadi (52) dan Hasan Basri (37) warga Desa Darul Aman, Jul atau Abang (46) warga Desa Darul Aman, serta Pak Wa (57) warga Desa Suwak. Mereka selamat, namun trauma tersisa jelas di wajah masing-masing.
Menurut keterangan pelapor, getek yang digunakan berukuran kecil dan terlalu sempit, sementara muatan dinilai jauh melampaui kapasitas. Dugaan sementara, over kapasitas ditambah arus sungai yang cukup kuat membuat getek kehilangan keseimbangan dan akhirnya karam.
Tragedi ini bukan sekadar kecelakaan. Ia adalah potret getir tentang pilihan yang terpaksa diambil warga di tengah keterbatasan. Saat jembatan belum ada, saat alternatif tak tersedia, getek menjadi satu-satunya jalan, meski risikonya nyawa.
Kini, pencarian masih dilakukan. Sungai Ulee Jalan terus mengalir, sementara keluarga korban yang hilang mungkin hanya bisa menunggu dengan doa dan cemas. Di tepian sungai itu, pertanyaan menggantung tanpa jawaban: haruskah selalu ada korban dulu, baru keselamatan diperhatikan? []


