
Malang – Aliansi Dosen Akademik dan Kevokasian Seluruh Indonesia (ADAKSI) menggelar Rapat Kerja Nasional I (Rakernas I) pada 7-8 Agustus 2025 di Malang, Jawa Timur.
Rakernas ini menargetkan terobosan kebijakan untuk mengakhiri stagnansi 18 tahun tunjangan fungsional dosen sekaligus menyelesaikan empat isu krusial lainnya yaitu penyederhanaan syarat dan proses kenaikan pangkat bagi dosen, kepastian karier dosen PPPK, rapelan tunjangan kinerja 2020–2024, dan pemerataan tunjangan kinerja untuk seluruh dosen ASN yang semuanya dirangkum menjadi lima agenda darurat.
Lima agenda tersebut dirangkum dalam rilis yang diterima media ini pada Kamis, (07/08/2025).
Pertama, naikkan tunjangan fungsional yang stagnan sejak 2007 menjadi prioritas utama. Data ADAKSI mengungkap disparitas menganga: tunjangan Lektor Kepala hanya Rp900.000 per bulan—tiga kali lebih rendah dari peneliti setara di BRIN yang menerima Rp3,15 juta. Padahal, beban kerja dosen mencakup Tri Dharma Perguruan Tinggi, pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Kedua, ADAKSI mendesak penyederhanaan birokrasi kenaikan jabatan akademik dosen. Penilaian kenaikan Jabatan fungsional dosn berbasis Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dosen harus menunggu hingga 3-8 tahun untuk mendapatkan kenaikan tunjangan jabatan fungsional yang kecil.
"Ini tidak manusiawi dan membunuh motivasi," tegas Prof. Dr. Nikolas Fajar Wuryaningrat, S.E., M.Sc., anggota Dewan Pakar ADAKSI.
Ketiga, mengakomodir jenjang karir dosen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang meliputi jenjang karir dan pengembangan kompetensi. Dosen PPPK menghadapi stagnasi karir akademik hinggq larangan studi lanjut. Padahal sebagai dosen, karir dan pengembangan kompetensi adalah hak setiap dosen sebagaimana diamanatkan UU guru dan dosen.
Keempat, pemerintah didesak segera membayar rapelan tunjangan kinerja 2020–2024 yang masih belum ada kejelasan. Hutang tukin yang sudah diamanatkan sesuai Permendikbud no 49/2020 belum dibayarkan hingga sekarang.
Kelima, ADAKSI menuntut pemerataan tunjangan kinerja untuk semua dosen ASN di PTN Satker, BLU, PTN-BH, dan LLDIKTI. Saat ini, disparitas anggaran APBN dan PNBP menciptakan ketimpangan hingga 300 persen.
Stagnasi ini telah memicu eksodus dosen ke sektor swasta dan luar negeri. "Dosen senior di sebuah PTN bahkan mengendarai ojek online untuk menutupi biaya penelitian," ungkap Dr. Evi Ristiana, M.Pd., anggota Dewan Pengawas ADAKSI.
Untuk membantu pemerintah mengatasi permasalahan tersebut ADAKSI mengajukan solusi terukur. Pertama adalah Kenaikan tunjangan fungsional hingga 733 persen untuk Asisten Ahli (dari Rp375.000 menjadi Rp2,75 juta/bulan). Kedua adalah Sistem kenaikan pangkat otomatis berbasis kinerja di platform SISTER, dan akhirnya perlunya Subsidi APBN untuk menutup celah disparitas tunjangan kinerja antar institusi perguruan tinggi.
Rekomendasi Rakernas akan diserahkan langsung ke Kemendikbudristek, Kemenpan-RB, dan Komisi X DPR RI.
"Negara harus berinvestasi pada dosen. Ini soal keberlangsungan pendidikan tinggi di Indonesia," tegas Prof. Nikolas. [Hamdani]