Iklan

terkini

Mahasiswa Harus Siapkan Diri Rebut Peluang Kerja di Luar Negeri

Redaksi
Rabu, Juli 30, 2025, 13:53 WIB Last Updated 2025-07-30T06:53:32Z
Dosen Prodi Ekonomi Syariah-FEBI UIN Ar-Raniry Dr Jalaluddin MA AWP CWC (Foto/Dok Pribadi)

Banda Aceh - Salah satu solusi mengatasi sulitnya mendapatkan pekerjaan di Aceh dengan membuka diri terhadap peluang kerja di luar daerah, bahkan hingga ke luar negeri, terutama bagi kaum laki-laki, Dosen Prodi Ekonomi Syariah-FEBI UIN Ar-Raniry Dr Jalaluddin MA AWP CWC menyampaikan hal itu kepada media di Banda Aceh, Rabu (30/07/2025).

Jamaluddin mengaku sering mengingatkan mahasiswa tingkat akhir, bahwa selain nilai akademik, mereka juga perlu membekali diri dengan keterampilan tambahan, seperti kemampuan menyetir, dan keterampilan lunak, teknologi informasi  dan kemampuan mengajar Al-Qur’an.

Khususnya di kota-kota besar, ungkapnya, banyak orang tua yang membutuhkan guru ngaji untuk anak-anak mereka, baik secara daring maupun luring. Dengan merantau, banyak jenis pekerjaan yang sebelumnya dianggap kurang layak, justru menjadi menarik untuk ditekuni. “Di sinilah muncul konsep power of kepepet. Keberanian memulai usaha dan keluar dari zona nyaman adalah modal penting bagi para lulusan perguruan tinggi,” ungkap Jalaluddin.

Menurut Jalaluddin, orang tua perlu mengubah pola pikir, bahwa tugas orang tua bukan hanya mempersiapkan anak-anak kita menjadi pencari kerja, tetapi juga mencetak mereka menjadi pencipta lapangan kerja.

Nazir Wakaf Komite Kemanusia Indonesia Aceh (KKIA) ini menjelaskan, faktor lain yang menyebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan adalah minimnya investasi di Aceh. Oleh karena itu, sudah sewajarnya Pemerintah Aceh maupun pihak swasta lokal, termasuk diaspora Aceh di luar daerah, lebih gencar dalam mempromosikan Aceh dan memberikan stimulus kepada para pengusaha untuk membangun industri kecil dan menengah. 

“Selama ini, sebagian besar pengusaha di Aceh hanya berfokus pada sektor kontraktor, padahal Aceh sangat membutuhkan kehadiran industri pengolahan, seperti industri pengolahan minyak sawit mentah  menjadi produk turunan bernilai tambah seperti minyak goreng, sabun, dan sebagainya,” tegas Jalaluddin. 

Ia menambahkan, di Aceh bisa disaksikan setiap hari truk-truk pengangkut CPO dari wilayah Barat Selatan Aceh melintasi jalan raya untuk diolah di luar daerah. Sayangnya, nilai tambah dari hasil olahan itu justru dinikmati oleh daerah lain.

“Karena itu, kita perlu merenungkan hal ini bersama. Apakah arah pembangunan Aceh, sebagaimana tertuang dalam RPJM dan RPJMP, telah mendukung lahirnya industri-industri strategis di daerah ini,” ujarnya.

Menurut Jalaluddin, jika pun pemerintah dan swasta belum mampu menjangkau semua sektor, aset tanah wakaf seharusnya tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah semata, tetapi juga dapat dikelola secara produktif. Di sektor pertanian dan perkebunan, masih banyak lahan tidur yang bisa dimanfaatkan untuk ditanami kelapa. 

“Kelapa muda misalnya memiliki potensi ekspor yang besar. Saya menyaksikan sendiri di Mekkah, kelapa muda di sana diimpor dari Vietnam. Demikian juga dengan berbagai rempah-rempah seperti kunyit, jahe, dan lengkuas, yang sangat dibutuhkan pasar ekspor,” pungkasnya. [Sayed M. Husen]
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Mahasiswa Harus Siapkan Diri Rebut Peluang Kerja di Luar Negeri

Terkini

Topik Populer

Iklan