Disaksikan perangkat Gampong Jeumpa Sikurueung, Kecamatan Jeunieb dan keluarga almarhum M. Amin, saya (baju merah) menyerahkan sisa dana kepada Khairunisak sebagai ahli waris (Foto/Ist)
Laporan: Hamdani
Rabu, 4 Januari 2023 pukul 08.41 Wib tiba-tiba HP saya berdering, ada panggilan masuk via WA. Saya lihat, Mukhlis Munir memanggil. Mukhlis Munir adalah sahabat saya sejak dulu, pria muda ini adalah aktivis anti korupsi. Sayangnya aktifitasnya harus total dikurangi, karena kedua ginjalnya dinyatakan rusak, dan dia harus cuci darah rutin 2 kali seminggu.
Yang membuat saya kagum dari pria muda ini, meski kesehatannya sudah sangat menurun drastis, tubuhnya sudah ringkih dimakan penyakit. Tapi semangatnya masih luar biasa, 7 tahun sudah Mukhlis Munir menjadi pasien cuci darah, tapi dia masih bisa produktif. Hebatnya lagi, alumni Universitas Malikussaleh ini masih berguna untuk orang lain. Luar biasa.
Saya terima panggilan Mukhlis Munir, terdengar suara di seberang, "Bang, Tgk. M. Amin yang kita tolong itu sudah meninggalkan kita," katanya terbata.
"Innalillahi wainna ilaihi Raji'un..." Jawab saya spontan.
"Kapan meninggal?" Tanya saya lagi.
"Saya tak tahu persis, kabar yang saya dengar sudah beberapa hari. Makanya tadi saya heran, biasanya pas jadwal saya cuci darah, dia pasti akan temui saya, tapi hari ini tidak ada. Makanya saya tanya-tanya info tentang keberadaan M. Amin, ternyata dia sudah meninggal," tutur Mukhlis yang saat ini juga menulis di media juangnews.com yang saya kelola.
"Jadi bagaimana ini? Kapan kita serahkan sisa dana hasil donasi tempo hari kepada keluarganya sebagai ahli waris?" Tanya saya.
"Akan segera saya kabari, kalau saya sudah segar kita berangkat," kata Mukhlis.
"Baiklah, saya akan tunggu kabar, saya siap kapan saja. Insya Allah," tutup saya.
Demikianlah percakapan saya dengan Mukhlis Munir beberapa waktu lalu.
Sekedar mengulang informasi, bahwa M. Amin ini juga merupakan pasien cuci darah rutin di RSUD Fauziah Bireuen. Dia merupakan warga kurang mampu asal Gampong Jeumpa Sikurueung, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Aceh.
Kemiskinan yang menderanya, serta konflik keluarga yang diakui almarhum, membuat dia harus menggelandang di lingkungan RSUD Fauziah Bireuen.
"Karena saya tak ada biaya untuk pulang pergi Jeunib-Bireuen seminggu dua kali, apalagi istri sudah tak mau menerima saya," terang M. Amin saat itu pada Mukhlis Munir.
Karena tersentuh hatinya terkait nasib M. Amin ini, lalu setelah konsultasi dengan saya, Mukhlis Munir menulis berita tentang nasib malang M. Amin ini, kemudian diberitakan oleh media juangnews.com.
Ternyata tanpa diduga, tak lama setelah diberitakan, respon pembaca luar biasa, mereka sangat berempati. Sehingga atas inisiatif pribadi, akhirnya saya berinisiatif membuka donasi.
Alhamdulillah, lebih kurang 10 hari, dana yang terkumpul dari lintas komunitas mencapai Rp 8 juta.
Akhirnya setelah terkumpul, saya serahkan dana tersebut kepada M. Amin, didampingi Mukhlis Munir, saya temui dia di RSUD Fauziah pada saat itu.
Tetapi demi alasan keamanan M. Amin sendiri, akhirnya dana tersebut tidak diberikan secara tunai semuanya kepada M. Amin, saat itu M. Amin bersepakat untuk saya kelola, kapan dia butuh akan diminta, sampai terakhir dia juga membuka rekening bank, supaya saya mudah mentransfer.
Entah siapa yang mempengaruhi M. Amin, dalam perjalanan waktu, beberapa kali M. Amin sempat meminta semua dana tersebut untuk diberikan kepada dia, katanya "biar saya simpan sama orang yang jualan di depan RSUD Fauziah. Kapan perlu saya ambil."
Tapi saya dengan Mukhlis Munir bersikukuh biar saya yang simpan, bukan untuk kami pakai, tapi untuk keamanannya. Terakhir M. Amin kembali menyetujuinya.
Sampai akhirnya hayatnya, uang itu masih tersisa di rekening saya sebanyak Rp 2 juta.
Ke Rumah Duka
Saat saya temui pada sore Jumat, 6 Januari 2023 kemarin di rumahnya di Gampong Jeumpa Sikireung, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, Khairunisak wanita paruh baya beranak 4 ini menatap lurus, matanya kosong, menerawang. Tak banyak kata terucap dari bibir wanita ini.
Khairunisak adalah istri dari M. Amin, pasien cuci darah yang baru meninggal 4 hari. Sebelumnya karena hidup terlunta-lunta di RSUD Fauziah Bireuen, setelah dikabarkan oleh Mukhlis Munir yang juga pasien cuci darah kepada saya, maka saya berinisiatif untuk membuka donasi pada M. Amin di serata grup WA dan komunitas. Hasilnya Alhamdulillah, Rp 8 juta terkumpul dalam waktu 10 hari.
Karena M. Amin Telah kembali ke kampung keabadian, maka saya berinisiatif mengunjungi keluarganya sebagai ahli waris untuk menyerahkan sisa donasi yang masih ada di rekening saya.
Sebelumnya saya telah menghubungi Marbawi yang merupakan Keuchik Gampong Jeumpa Sikurueung untuk menemani saya dan dua orang teman saya, yakni Mukhlis Munir dan Munawar Khalil, yang merupakan anggota komunitas sepeda GMM Bike Community ke rumah duka.
Tujuannya, supaya penyerahan sisa bantuan tersebut juga disaksikan perangkat desa tersebut. Alhamdulillah, kahadiran kami juga disambut perangkat desa lainnya seperti Sekdes Hanafiah, Kepala Duson Duson Teungoh Idris Tarmizi, dan Kepala Duson Panyang Sikureung Muhammad Nazar.
Sebelumya di hadapan perangkat desa, istri, anak dan keluarga almarhum M. Amin, saya memaparkan maksud kedatangan kami, seraya juga minta maaf jika ada salah dalam pemberitaan dan juga salah dalam pengelolaan dana untuk almarhum.
"Sebelumnya saya merasa tak enak hati, mungkin ada kesalahan dalam mengelola amanah, yakni donasi untuk M. Amin yang ada di rekening saya, karena tak langsung saya beritakan semuanya pada saat itu," ungkap saya.
"Maksud saya baik, karena bukan untuk menguasai dana tersebut, tapi untuk keamanan dari almarhum sendiri," lanjut saya.
Terkait dengan apa yang saya sampaikan, istri almarhum M. Amin langsung menanggapi.
"Tak perlu meminta maaf, bahkan kami keluarga berterimakasih atas inisiatif penggalangan dana, dan saya mengerti," ujar Khairunisak dengan suara terbata.
'Kemudian terkait dengan berita di media saya tempo hari, yang mengungkap pengakuan M. Amin bahwa dia tak lagi diterima oleh istrinya, mungkin ini ada kesalahan, karena bisa saja faktanya tidak demikian, saya mohon maaf. Saya pada saat itu berinisiatif mempublish berita itu, lebih karena melihat dari sisi kemanusiaan, masalah konflik keluarga, saya abaikan," terang saya panjang lebar.
"Benar, saya mengerti dan kenyataannya bukan saya tak menerima suami saya, tapi terlalu panjang untuk diungkapkan, ada sisi lain yang kalau diungkapkan juga tak baik untuk almarhum, biarlah ini kita tutup saja. Intinya, bukan saya tak terima suami saya, juga masalah berita, tak saya permasalahkan, saya pahami dan saya maafkan," jawab Khairunisak.
"Alhamdulillah," pungkas saya.
Setelah itu, saya merogoh isi tas hitam saya, untuk mengambil amplop putih berisi sisa dana almarhum M. Amin. Disaksikan oleh semua pihak yang sudah saya sebutkan di atas, saya serahkan dana itu ke istri almarhum M. Amin. Seraya mewanti-wanti, semoga dana itu bisa bermanfaat.
Selamat jalan M. Amin, innalillahi wainna ilaihi Raji'un, setiap yang bernyawa, pasti akan merasakan mati. Insya Allah, kami semua akan menyusul ke kampung keabadian. []