Iklan

terkini

[Opini] Memaknai Bekas Sujud

Redaksi
Senin, Desember 19, 2022, 17:59 WIB Last Updated 2022-12-19T10:59:36Z
Oleh: Juariah Anzib, S.Ag*)

"Sujud dapat menjadikan seseorang menjadi pribadi yang istikamah dengan menegakkan kebenaran dan memproteksi diri dari kebatilan. Akan tetapi jika sujudnya tidak dapat mencapai ke tingkat tersebut,"

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Fath ayat 29:“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. 

Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, kerena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ampunan dan pahala yang besar.”

Pemahaman ayat di atas menurut Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, MA., dalam Shalat Sufistik, bahwa hakikat atsar sujud dapat dipahami secara sosiologis dan juga spiritual. Secara sosiologis, bekas sujud (atsar) harus dapat melahirkan kesalehan paralel antara kesalehan individu dan kesalehan sosial. Kesalehan individu dapat diukur seberapa besar kemampuan seseorang untuk melakukan amar makruf nahi munkar melalui sujudnya.

Orang yang mengerjakan ibadah salat secara baik dan benar sesuai tuntunan, tentu dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Sujud yang dapat menghantarkannya ke derajat yang tinggi dan mulia. Sebagaimana firman Allah Swt., “Sesungguhnya salat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (Surat Al-Ankabut ayat 45).

Prof. Nasar menyebutkan, sujud dapat menjadikan seseorang menjadi pribadi yang istikamah dengan menegakkan kebenaran dan memproteksi diri dari kebatilan. Akan tetapi jika sujudnya tidak dapat mencapai ke tingkat tersebut, sesungguhnya ia tidak berhasil memiliki atsar sujud secara batiniah. Ia tidak sampai kepada menemukan suatu kekuatan yang dapat melahirkan pribadi yang konsisten, tegas, berpegang teguh dalam menegakkan kebaikan dan kebenaran.

Dalam Al-Quran surat Al-Maun ayat 1-7 Allah menyebutkan, “Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna.”

Ayat tersebut menjelaskan tentang betapa tidak berartinya kesalehan individu tanpa diiringi kesalehan sosial yang dicapai melalui keterlibatan dan berinteraksi dengan orang lain. Karena antara kesalehan individu dengan sosial memiliki keterkaitan yang erat dan saling mendukung. Memperhatikan sesama merupakan bagian dari iman. Maka dari itu kita dianjurkan untuk saling menyayangi agar dapat hidup harmonis dan bahagia.

Menurut Prof. Nasar, hakikat yang sebenarnya dari spiritual sujud bertujuan untuk mencapai puncak kedekatan diri dengan Allah Swt. Berserah diri kepada-Nya yang meliputi jiwa, raga, kalbu, akal, ruh, dan sir. Saat seseorang sedang bersujud, ia berusaha memutuskan seluruh mata rantai kehidupan dunia, lalu memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Sang Khalik. Jika perhatiannya terpecah, maka tidak akan mendapatkan atsar sujud yang sesungguhnya. 

Bagi orang-orang saleh, sujud merupakan puncak dari segala pendekatan diri. Pendekatan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pendekatan kalbu (hati), ia selalu  menggantungkan diri hanya kepada Allah Swt. Kedua, pendekatan dengan ruh, yaitu kefanaan terhadap diri sendiri. Dan yang ketiga pendekatan sir, yaitu kefanaan terhadap segala kefanaan. Pendekatan ini merupakan tingkat kepasrahan kepada Allah Swt. seperti yang dilukiskan di dalam kitab suci Al-Qur'an. 

Para ulama sufi berpendapat bahwa bekas sujud (atsar sujud) yang dimaksud tidak harus berbentuk fisik yang tampak hitam di bagian dahi, akan tetapi atsar yang dimaksud merupakan pengaruh ahli sujud dalam komunitas masyarakat. Seberapa banyak seseorang dapat memberi manfaat kepada orang sekitarnya. Sebagai contoh, ada di antara kita yang berperilaku angkuh dan sombong, riya, takabur, dengki, khianat. Akan tetapi setelah melakukan sujud dalam salatnya, maka ia segera berubah menjadi orang yang tawaduk, santun, rendah hati, dan menghormati sesama. Perubahan itulah yang dimaksud dengan atsar sujud atau bekas sujud. Jadi, tidak perlu menghitamkan dahi karena bukan itu yang menjadi hakikat dan makna bekas sujud yang sebenarnya.

Mari kita menjadi bagian dari orang-orang yang mendapatkan atsar sujud dengan ketulusan beribadah semata-mata karena Allah. Bukan disebabkan riya, sombong, dan takabur. Semoga kita tergolong orang yang bermanfaat kepada diri sendiri dan masyarakat sekitar. Barakallahufikum. []

*) Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Opini] Memaknai Bekas Sujud

Terkini

Topik Populer

Iklan