Iklan

terkini

[Opini] Dakwah atau Cari Kekuasaan

Redaksi
Selasa, November 29, 2022, 10:14 WIB Last Updated 2022-11-29T03:14:54Z
Oleh: Nuim Hidayat*)

Ada kelompok gerakan Islam yang visinya mencari kekuasaan. Apakah itu salah? Tentu tidak. Tapi “kurang bijak”. 

Tugas gerakan Islam atau seorang muslim adalah dakwah. Bukan cari kekuasaan. Kekuasaan adalah hadiah dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang saleh. Dalam al Quran dinyatakan, kekuasaan dunia ini akan diberikan kepada orang-orang saleh, kaum tertindas dan kaum yang sabar. Mengapa demikian?

Karena, hanya orang saleh yang akan memimpin masyarakat atau negara dengan benar. Ia tidak akan menggunakan kekuasaan untuk keuntungan sendiri. Tidak menggunakan kekuasaan untuk memakmurkan keluarganya setinggi-tingginya. Tidak menggunakan kekuasaan untuk setinggi-tingginya kemakmuran organisasinya.  Tapi menggunakan kekuasaan itu untuk kemakmuran rakyatnya.

Seorang pemimpin yang dipikirkan adalah rakyatnya. Seorang pemimpin yang dipikirkan umatnya. Karena itu,  jangan heran Rasulullah saw sebelum wafat menyatakan ummati ummati, umatku-umatku.

Tugas seorang muslim sebenarnya adalah dakwah. Tugasnya mengajak manusia kepada jalan Allah, mengajak orang Islam agar lebih bagus Islamnya, dan mengajak orang-orang kafir agar masuk Islam. Mengajak orang-orang kafir memahami kenikmatan ber-Islam.

Dalam surat an Nahl 125, Allah SWT menyatakan, ”Ajaklah (mereka) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan (cara) terbaik.”

Dalam surat al Fatihah dinyatakan, ”Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri kenikmatan. Bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan pula jalan yang sesat.”

Menariknya, dalam surat al Fatihah digunakan lafadz ‘anamta’ bukan lafadz lainnya. Ini menunjukkan, jalan Islam itu adalah jalan yang penuh kenikmatan. Jalan kebahagiaan. Bukan jalan kesedihan atau kesengsaraan. Jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Karena itu,  kaum muslim yang imannya kuat, ketika dimasukkan kerangkeng, ia tetap bahagia. Ia tidak merasa sedih. Ia merasa itu takdir Allah yang harus dijalani. Maka lihatlah tokoh-tokoh Masyumi dulu ketika di masa Soekarno. Mereka dipenjara, tapi mereka tetap tegar. Mereka merasa bahagia di penjara.

Kenikmatan atau kebahagiaan memang letaknya di dalam hati. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh besar kecil uang yang dimiliki, kebahagiaan tidak ditentukan oleh jabatan yang ia emban. Kebahagiaan akan tumbuh bila seorang terus bersyukur kepada Allah, apapun yang terjadi. Al Quran menyatakan, orang-orang yang berbahagia adalah orang yang benar-benar taat kepada Allah dan RasulNya.

Makanya mengajak seseorang untuk ber-Islam secara benar (kaffah) adalah tugas sebenarnya seorang muslim. Al Quran menyatakan, profesi sebagai dai adalah profesi yang terbaik. “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak kepada jalan Allah, beramal shalih dan (berani) menyatakan bahwa sesungguhnya aku bagian kaum muslim.” (QS Fushilat: 33)

Dalam ayat ini dijelaskan, seorang dai (pengajak kebaikan) tidak hanya merasa cukup bersuara dengan lisan dan tulisan. Tapi seorang dai juga harus beramal saleh atau mempraktikkan apa yang ia ucapkan. Jangan sampai ucapan beda dengan tingkah laku (nifaq). 

Selanjutnya, seorang dai juga harus berani menyatakan keislamannya. Ia harus berani membawakan ayat al Quran dimana saja berada. Ia harus berani menyatakan keunggulan Islam, meski di depan orang-orang kafir. Karena, pada hakikatnya orang kafir itu bodoh, karena tidak tahu kehebatan Islam.

Menteri Agama yang muslim misalnya, harus berani menyatakan keislamannya dimanapun berada. Bukan malah mengajak Paus ke Indonesia yang mayoritas Islam. Ia harusnya berani mengajak Paus masuk Islam, baik lewat lisan maupun tulisan. Ia harusnya berani juga mengajak bawahannya yang non muslim masuk Islam.

Itulah yang dilakukan Rasulullah sepanjang hidupnya. Membaguskan muslim agar semakin bagus Islamnya (akhlaknya) dan mengajak orang non Islam masuk Islam.

Renungkanlah bagaimana Rasulullah memulai dakwah dengan sendirian. Setelah dapat wahyu Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq, Rasulullah langsung mengajak istrinya Khadijah masuk Islam. Kemudian disusul Ali dan Abu Bakar dan seterusnya, sehingga Makkah dan Madinah akhirnya semuanya menjadi muslim.

Setelah Rasulullah wafat, dakwah dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan seterusnya. Dakwah terus dikembangkan oleh orang-orang yang saleh saat itu (ulama). Para penguasa, setelah khulafaur rasyidin, ada yang bagus dan ada yang buruk.

Menarik direnungkan, kenapa Rasulullah menolak tawaran kaum kafir Quraisy berupa harta, tahta dan wanita dengan syarat Rasul harus menghentikan dakwahnya. Rasulullah menolak, hingga menyatakan,” "Wahai Paman, Demi Allah, meski matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”

Begitulah tekad hebat Rasulullah. Dakwah harus terus dijalankan, dalam situasi apapun.

Adapun kekuasaan adalah karunia dari Allah. Dalam sejarah kita lihat ada  Nabi yang dibunuh, seperti Nabi Yahya dan Nabi Zakaria.  Ada ulama yang dibunuh, seperti Hasan al Bana dan Sayid Qutb. Mereka tidak dapat menikmati kekuasaan, karena memang itu bukan yang dicari. Yang dicari adalah keridhaan Allah, yang dicari agar manusia dapat merasakan kebahagiaan risalah Ilahi, baik di dunia maupun di akhirat.

Seorang muslim yang sungguh-sungguh dalam berdakwah, maka Allah akan memberikan “kekuasaan” padanya. Lihatlah Rasulullah yang berdakwah sungguh-sungguh selama 13 tahun di Mekkah, akhirnya Allah memberinya kekuasaan di Madinah. Masyarakat Madinah yang telah menerima dakwah Rasulullah, akhirnya menjadikan Rasul sebagai pemimpin.

Rasul telah mengalami ujian berat dalam berdakwah. Ada beberapa sahabatnya yang disiksa dan dibunuh, diblokade ekonominya dan terakhir mau dibunuh, sehingga Allah pun akhirnya “turun tangan” mewahyukan Rasul agar berhijrah. Di Madinah Rasulullah berhasil membangun masyarakat yang saleh dan hebat.

Dalam puncak kesulitan, memang Allah berikan kemudahan. Al Quran menyatakan dua kali ayat yang sama dalam masalah ini. “Maka sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan.”

Walhasil, renungkanlah surat al Bayyinah ini: 1) Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata. 2) (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (Al-Qur'an). 3) di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar). 4) Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata. 5) Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).

Ayat berikutnya: 6) Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk. 7) Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. 8) Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. 

Wallahu azizun hakim. 

*) Penulis, Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Depok
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Opini] Dakwah atau Cari Kekuasaan

Terkini

Topik Populer

Iklan