Iklan

terkini

Ulah Pungli yang Membuat “Mati Rasa Kemanusiaan”? Warga Kutablang Bersuara

Redaksi
Jumat, Desember 12, 2025, 17:26 WIB Last Updated 2025-12-12T10:26:47Z
Aktifitas penyeberangan menggunakan boat di Kutablang. (Foto/Hamdani)

Laporan Hamdani dari Bireuen

Isu pungutan liar (pungli) terhadap pengangkutan barang bantuan banjir dan tanah longsor di penyeberangan darurat Kuta Blang, Bireuen, Aceh, beberapa hari terakhir beredar bak angin kencang yang ikut memperkeruh suasana duka. 

Tuduhan bahwa ada pihak yang mematok tarif hingga jutaan rupiah untuk membawa barang bantuan untuk kemanusiaan, membuat publik geram dan geleng kepala. Tak sedikit pula yang menyebut, “kemanusiaan sudah mati rasa di penyeberangan Kutablang.”

Namun, benarkah demikian?

Untuk menjawab rasa penasaran publik, saya turun langsung ke lokasi pada Jumat pagi, 12 Desember 2025. Sungai yang porak-poranda akibat banjir besar itu tampak ramai oleh warga yang hilir-mudik mengangkut logistik dan menyeberang. Aroma lumpur masih pekat. Di tengah hiruk pikuk itu, sejumlah pemuda setempat menyambut saya dan bersedia memberikan klarifikasi terkait kasus pungli yang sedang heboh

Pemuda Setempat: Isu Itu Membuat Kami Heran

Azmi Murtala (tengah) didampingi pemuda setempat dan pemilik boat. (Foto/Hamdani)

Mewakili para pemuda, Azmi Murtala — sosok yang dikenal dekat dengan Bupati Bireuen — mengaku heran sekaligus gusar dengan kabar pungli tersebut. Meski ia tidak ingin langsung membantah, Azmi menegaskan bahwa hingga saat ini isu itu belum dapat dibuktikan.

 “Bahkan Pak Bupati Bireuen sudah beberapa kali menghubungi saya, untuk membereskan kekacauan ini, karena sangat merusak citra Bireuen,” ujar Azmi.

Azmi menambahkan, di era serba canggih seperti sekarang, pembuktian sebuah pungli bukanlah hal sulit. Namun hingga kini, ia tidak menerima satu pun foto, video, atau bukti lain yang dapat menguatkan tuduhan tersebut.

 “Harusnya para pihak yang melapor pungli itu bisa membuktikan dengan foto atau video, kan sekarang mudah. Kalau begini susah kami telusuri, semua mengaku tak ada,” lanjutnya.

Warga Kuta Blang Tersinggung: “Mencoreng Nama Kampung Kami”

Suara serupa disampaikan Dedi, pemuda setempat yang mendampingi Azmi ketika saya temui di tepi sungai — lokasi penyeberangan darurat yang menjadi pusat perhatian itu.

Dengan nada tinggi, ia mengaku tersinggung dengan tuduhan tersebut.

 “Tidak kami temukan kasus itu. Bahkan kami sedang berusaha mencari pelaku. Jika ada dan ketemu, akan kami serahkan ke pihak berwajib. Atau bisa saja boatnya kami bakar!” ujarnya, separuh emosi.

Baginya, kabar liar itu telah membuat warga Kuta Blang merasa dipermalukan. Bukan hanya soal harga diri, tetapi juga tentang empati dan solidaritas di tengah bencana.

 “Malu kami warga Kuta Blang gara-gara kejadian itu, yang belum tentu juga kebenarannya,” katanya.

Pemilik Boat: “Kami Juga Punya Hati”

Tak ingin hanya mendengar dari satu sisi, saya melanjutkan wawancara kepada salah seorang pemilik boat bernama Herman, 32 tahun. Dengan pakaian masih berlumur lumpur, ia mengaku tertawa pahit ketika mendengar isu pungli jutaan rupiah itu.

“Kami juga punya hati. Tak mungkin mengenakan tarif suka-suka,” tegasnya.

Herman menjelaskan bahwa tarif untuk penumpang saja selama ini dipatok sebesar Rp20.000. Namun karena kondisi pascabencana yang memprihatinkan, para pemilik boat justru menurunkan harga menjadi Rp10.000 sekali menyeberang.

 “Tak mungkin itu. Untuk tarif angkutan penumpang 20 ribu saja masyarakat protes, ini malah sekarang kami turunkan jadi 10 ribu. Apalagi sampai mengenakan tarif jutaan untuk barang bantuan kemanusiaan,” jelasnya.

Menurut Herman, tuduhan itu tidak masuk akal dan jauh dari realitas lapangan yang mereka hadapi.

Antara Kabar Burung dan Kekecewaan Kolektif

Isu pungli di penyeberangan Kuta Blang ini menunjukkan bagaimana cepatnya kabar simpang-siur berkembang di tengah situasi darurat. Di satu sisi, publik marah karena merasa empati terkoyak. Di sisi lain, warga lokal merasa dicemarkan tanpa bukti.

Hingga berita ini diturunkan, baik pemuda setempat maupun pemilik boat belum menemukan oknum atau kejadian nyata terkait pungli tersebut. Meski demikian, mereka tetap membuka diri jika ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan demi menjaga nama baik kampung dan memastikan bantuan kemanusiaan mengalir sebagaimana mestinya.

Dalam suasana yang masih berat akibat bencana, warga Kuta Blang berharap publik tidak mudah menelan isu tanpa verifikasi. Karena bagi mereka, menolong sesama bukan soal uang, tetapi bagian dari jati diri masyarakat Aceh—yang tak seharusnya dinodai oleh kabar tanpa kepastian. []
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Ulah Pungli yang Membuat “Mati Rasa Kemanusiaan”? Warga Kutablang Bersuara

Terkini

Topik Populer

Iklan