Bireuen — Keluhan masyarakat terkait mahalnya tarif penyeberangan di sejumlah titik di Kabupaten Bireuen, Aceh khususnya di Kutablang dan Teupin Mane pasca robohnya jembatan saat banjir dan tanah longsor pekan lalu, semakin meluas. Sejumlah warga mengadu kepada media ini bahwa tarif boat yang biasanya terjangkau kini melonjak secara tidak wajar, bahkan dianggap “gila-gilaan”.
Kenaikan tarif tersebut dikeluhkan karena jarak penyeberangan sebenarnya sangat dekat, hanya beberapa meter saja, sehingga operasional boat tidak memerlukan banyak bahan bakar.
“Anehnya, tarif bisa naik berkali-kali lipat. Padahal jaraknya cuma selemparan batu,” ujar salah satu warga Kutablang Zulkifli (30), yang mengaku keberatan namun tak punya pilihan lain.
Penyeberangan darurat di Kutablang, Kabupaten Bireuen. (Foto/Hamdani)Merespons banyaknya keluhan warga, Bupati Bireuen Mukhlis angkat bicara pada Rabu, (03/12/2025) kemarin. Ia menegaskan bahwa informasi mengenai tarif penyeberangan yang sengaja dinaikkan pemilik boat di Kutablangg maupun pengelola penyeberangan di Teuing Mane, Kecamatan Juli adalah persoalan serius dan tidak dapat dibenarkan.
“Harusnya masyarakat dibantu, jangan ambil keuntungan yang besar,” tegas Bupati Mukhlis saat memberikan keterangan pers, didampingi unsur Forkopimda Bireuen.
Mukhlis menilai ulah sebagian pemilik boat yang mengambil keuntungan berlebihan justru menyulitkan warga, terutama di tengah situasi ekonomi pascabanjir dan terganggunya mobilitas masyarakat di beberapa wilayah. Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah telah memerintahkan dinas terkait untuk menelusuri dan menindaklanjuti laporan ini.
“Jika praktik seperti ini terus berlanjut, kita akan mengambil tindakan tegas,” kata Mukhlis.
Sejumlah warga di Teupin Mane juga mengaku keberatan dengan tarif penyeberangan yang diberlakukan secara sepihak. Mereka berharap pemerintah turun tangan agar praktik penentuan tarif sesuka hati tidak terus terjadi.
Media ini sendiri menerima banyak laporan terkait masalah tersebut. Warga menilai tarif tidak masuk akal terasa sangat menekan mereka yang setiap hari bergantung pada jasa penyeberangan darurat untuk bekerja, berbelanja, atau mengurus kebutuhan mendesak.
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah daerah sedang melakukan pengecekan ke lapangan untuk memastikan kondisi sebenarnya serta mencari solusi agar tarif penyeberangan darurat tidak memberatkan masyarakat.
Masyarakat berharap ada pengawasan yang lebih ketat agar praktik serupa tidak terulang, sekaligus memastikan bahwa pelayanan publik benar-benar dimanfaatkan untuk membantu, bukan membebani warga. Mereka berharap, pemerintah harus hadir dan memihak masyarakat di saat situasi begini. [Hamdani]


