Pekerja terlihat sedang membangun jembatan Bailey, yang akan menghubungkan Medan dan Banda Aceh. (Foto/ Hamdani)
Laporan: Hamdani dari Bireuen
Deru mesin dan dentuman palu terdengar saling bersahutan di tepi Sungai Peusangan (Krueng Peusangan). Di antara puing dan tanah yang masih basah bekas longsor, sejumlah pekerja tampak bergerak cepat menyelesaikan pembangunan jembatan Bailey sepanjang 30 meter. Hal ini seperti yang saya lihat di lokasi pembangunan jembatan penghubung di Gampong Teupin Reudep, Kecamatan Peusangan Selatan, Kabupaten Bireuen, pada Kamis, 4 Desember 2025 pagi menjelang siang.
Di bawah terik matahari yang tak menyurutkan semangat, mereka bekerja menuntaskan satu-satunya harapan baru bagi ribuan warga yang saat ini terputus aksesnya, baik ke Medan maupun ke Banda Aceh.
Somad, salah seorang pelaksana pekerjaan di lapangan, berdiri di pinggir konstruksi sambil sesekali memberi arahan kepada timnya. Dengan wajah yang tampak lelah namun penuh tekad, ia menyampaikan kabar yang sedikit melegakan.
“Kita usahakan seminggu lagi selesai. Sudah 23 meter yang dirakit, tinggal 7 meter lagi. Insya Allah rampung sesuai target,” ujarnya kepada saya.
Dikejar Waktu, Dituntut Harapan
Jembatan Bailey ini menjadi prioritas utama sejak jembatan utama di Jalan Medan–Banda Aceh, tepatnya di kawasan Kutablang, Kabupaten Bireuen terputus akibat banjir dan tanah longsor pekan lalu. Putusnya jalur strategis tersebut bukan hanya memutus hubungan antardaerah, tetapi juga memutus nadi aktivitas warga: akses kerja, ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan.
Karena tidak ada jalur darat lain, karena juga terputus, warga terpaksa mengandalkan boat penyeberangan yang ala kadar. Namun sarana itu penuh risiko. Air sungai yang keruh deras, peralatan yang minim, serta jumlah penumpang yang sering melebihi kapasitas menjadi ancaman yang selalu menghantui.
Pagi tadi, Kamis 4 Desember 2025, ketakutan itu menjadi kenyataan. Sebuah boat penyeberangan dilaporkan tenggelam. Meski tak ada yang tewas dalam insiden tragis tersebut. Meski ada warga Kutablang yang mengaku ada yang tewas dalam insiden pagi buta itu.
Boat lain terlihat sedang berupaya menolong orang yang hanyut dari boat yang tenggelam. (Foto/Hamdani)
“Ada yang tewas. Menurut kabar, warga Kuala Simpang yang mau ke arah Banda Aceh. Kejadiannya sekitar pukul 6 pagi,” kata seorang warga Kutablang saat dihubungi media ini.
Tapi informasi itu terbantahkan, setelah saya menghubungi otoritas yang berwenang, yakni Kapolsek Gandapura AKP Hendri Yunan.
"Tak ada bang, tak ada yang tewas dalam insiden tersebut, hanya isu yang tak jelas yang beredar terkait adanya korban tewas dalam insiden itu," katanya di ujung telpon kepada saya.
Tapi walaupun gak ada korban tewas, insiden itu semakin menegaskan betapa mendesaknya penyelesaian jembatan Bailey sebagai jalur penghubung yang aman dan layak.
Asa di Seberang Sungai
Ketika matahari mulai condong ke barat, beberapa warga terlihat berdiri di pinggir sungai, menyaksikan para pekerja merakit bagian akhir jembatan. Sesekali mereka mengangguk, seakan menyisipkan doa agar pekerjaan berjalan tanpa hambatan.
“Semoga cepat siaplah bang… susah kami sekarang. Mau ke rumah sakit susah, mau belanja pun susah,” ujar seorang ibu di lokasi pembangunan jembatan yang menggendong anak kecil. Ia sudah tiga hari tidak berani naik boat karena khawatir kejadian buruk terjadi padanya dan sang anak.
Di warung kopi tidak jauh dari lokasi, harapan yang sama terdengar. Seorang pria paruh baya yang biasanya berjualan hasil pertanian kini kehilangan pemasukan karena akses pembeli terputus.
“Kalau jembatan ini siap, hidup kami bisa normal lagi,” katanya penuh harap.
Menunggu Jembatan Asa
Pembangunan jembatan Bailey ini bukan sekadar pekerjaan teknis. Ia telah menjadi simbol harapan, simbol sambungan kehidupan warga yang tergantung di dua sisi sungai. Setiap baut yang terpasang dan setiap lembar rangka yang terangkat membawa pesan bahwa kondisi darurat ini tidak akan berlangsung selamanya.
Seminggu lagi—jika tidak ada kendala teknis dan cuaca—jembatan itu ditargetkan selesai. Sebuah kepastian kecil yang berarti besar bagi masyarakat yang selama beberapa hari ini hidup dalam ketidakpastian.
Warga Aweu Geutah dan beberapa desa di seberang jembatan masih menunggu, masih berjuang, dan masih percaya bahwa jembatan itu akan kembali menyambungkan asa mereka ke seberang. Di tengah tragedi, kehilangan, dan keterbatasan, harapan itulah yang terus mereka genggam erat.
Pembuatan jembatan itu memang serius dikerjakan dan dikebut pembuatannya, di lapangan saya melihat, sejumlah TNI organik dan polisi lokal ikut membantu proses itu.
Semoga asa penghubung yang bernama jemban Bailey segera selesai dikerjakan. Aamin. []


