
Upaya meningkatkan literasi Al-Qur’an pada anak usia dini menghadapi tantangan yang kompleks. Anak-anak di usia emas ini tengah berada dalam fase eksplorasi, di mana kemampuan menyerap informasi sangat tinggi, namun rentan merasa bosan dan tertekan bila metode pembelajaran tidak disesuaikan dengan karakter mereka.
Di tengah kebutuhan akan pendekatan hafalan yang lebih adaptif dan menyenangkan, hadir sebuah inovasi metode bernama Simaq Ile. Metode ini dikembangkan sebagai respons terhadap masih banyaknya praktik tahfiz yang bersifat kaku, mengejar target hafalan tanpa memperhatikan kesiapan emosional anak.
Simaq Ile, yang berasal dari bahasa Aceh dan berarti “dengarkan dulu” atau "perhatikan dulu", mengedepankan proses pembiasaan sebelum hafalan dilakukan. Pendekatan ini memadukan tiga unsur utama: Simai’ (mendengar secara berulang dan santai), Talaqqi (mengulang bersama guru atau orang tua dengan suasana menyenangkan), serta penggunaan irama Lagham Shaba, yaitu salah satu maqam tilawah klasik yang lembut dan menyentuh.
Metode ini mengutamakan keterlibatan emosi dan rasa cinta anak terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Anak tidak langsung diminta menghafal, melainkan diajak terlebih dahulu menyukai dan mengenali lantunan ayat dengan cara mendengarkan secara berulang. Proses ini dilakukan dalam suasana santai, seperti ba’da Subuh, saat dhuha, menjelang tidur siang, atau malam hari.
Tahap selanjutnya adalah Talaqqi, yaitu proses pengulangan hafalan secara ringan. Dalam pelaksanaannya, anak diajak mengulang ayat dalam jumlah yang kecil (tidak lebih dari tiga ayat), dengan penuh ekspresi dan keceriaan. Suasana ini dirancang untuk membuat proses hafalan terasa seperti bermain, bukan beban.
Unsur irama Lagham Shaba menjadi elemen pembeda dalam metode ini. Irama tersebut dipilih karena memiliki nuansa yang lembut dan menyentuh, sehingga membantu anak menyerap hafalan dengan lebih nyaman. Dalam dunia pendidikan anak usia dini, irama dan bunyi berperan penting dalam memperkuat memori.
Untuk mendukung pelaksanaan metode Simaq Ile, telah disusun pula media pendukung seperti buku panduan tematik, audio murattal, dan kanal YouTube yang berisi panduan talaqqi serta pelafalan ayat-ayat dengan irama khas. Buku panduan ini memuat teks Al-Qur’an berwarna, kisah-kisah hikmah yang relevan dengan kehidupan anak, serta aktivitas kreatif seperti mewarnai kaligrafi nama surat.
Teks berwarna digunakan untuk membantu anak memahami tajwid dasar. Sementara cerita hikmah membangun hubungan makna antara ayat dan nilai kehidupan sehari-hari. Aktivitas mewarnai juga ditujukan untuk menumbuhkan keterikatan emosional dengan surat yang sedang dihafal.
Dampak dari penerapan metode ini sangat menggembirakan. Anak-anak menjadi lebih antusias dan tidak terbebani dalam proses hafalan. Hafalan juga lebih cepat masuk ke memori jangka panjang karena dilakukan secara bertahap dan tanpa tekanan. Orang tua serta guru merasa metode ini mudah diterapkan dan fleksibel, bahkan bisa menjadi bagian dari rutinitas harian di rumah maupun sekolah.
Metode ini juga membantu membentuk rutinitas Qur’ani yang alami, di mana ayat-ayat Al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan anak, bukan sekadar hafalan target. Dengan pendekatan yang humanis dan berbasis psikologi perkembangan anak, Simaq Ile menjadi contoh metode literasi Al-Qur’an yang relevan dan aplikatif di era modern.
Inovasi ini diharapkan bisa menjadi alternatif metode pembelajaran tahfiz yang lebih inklusif, serta mendorong keterlibatan aktif keluarga, guru, dan penyuluh agama dalam menumbuhkan generasi Qur’ani yang bahagia dan mencintai Al-Qur’an sejak dini.
Sebagai langkah awal penerapan, contoh video praktik metode Simaq Ile dapat diakses melalui kanal YouTube berikut: https://youtu.be/L8-nRoomXQU. Konten ini menyajikan salah satu surat yang dilantunkan dengan irama Lagham Shaba, yang menjadi ciri khas dari metode ini. []
*) Penyuluh Agama Islam Kabupaten Bireuen