Iklan

terkini

[Opini] Kontroversi PAW Bunda Salma: Etika, Moral, dan Masa Depan Demokrasi Aceh

Redaksi
Rabu, Mei 21, 2025, 15:35 WIB Last Updated 2025-05-21T08:35:30Z

Oleh: Sofyan, S.Sos*)

"Namun, kejadian ini menjadi cermin buram demokrasi lokal yang patut dievaluasi. Sebab, substansi demokrasi bukan hanya soal prosedur, melainkan tentang keberpihakan pada kepentingan rakyat."

Sejak ditetapkan sebagai kader pengganti dari Partai Aceh (PA) di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), nama Bunda Salma sontak menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. 

Pertanyaan yang sebelumnya menggantung "apakah ia benar-benar akan dilantik" akhirnya terjawab melalui Sidang Paripurna DPRA: Bunda Salma resmi menjadi anggota dewan.

Bagi pendukung Bunda Salma, ini tentu menjadi kemenangan politik yang menggembirakan. Namun bagi pendukung Muhammad Thaib (Cek Mad), hal ini terasa sebagai pukulan yang menyesakkan, mengingat besarnya harapan publik terhadap figur yang dikenal konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat. Inilah realitas politik: tidak semua harapan rakyat sejalan dengan keputusan elite partai.

Yang membuat perhatian publik kian tajam adalah latar belakang Bunda Salma, yang merupakan istri dari Gubernur Aceh terpilih, H. Muzakir Manaf. Hubungan ini menimbulkan dugaan politisasi jabatan dan praktik nepotisme, terlebih ketika penunjukannya dinilai menabrak asas keadilan elektoral.

Kejanggalan Prosedur dan Etika Politik

Merujuk pada PKPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antar Waktu (PAW) anggota DPRD, mekanisme PAW seharusnya didasarkan pada urutan perolehan suara dalam pemilu legislatif. 

Namun publik dibuat terkejut saat mengetahui bahwa Cek Mad, yang memperoleh 17.507 suara, justru disingkirkan. Sebaliknya, Bunda Salma, yang hanya memperoleh 3.754 suara sah, diangkat menggantikannya.

Pemecatan terhadap kader senior seperti Cek Mad dan Keuchik Wan melalui SK Nomor 119/KPTS-DPP/B/PA/III/2025 dan 121/KPTS-DPP/B/PA/III/2025, memperkuat kesan bahwa keputusan partai lebih didasarkan pada loyalitas terhadap elit, bukan mandat suara rakyat.

Hal ini memunculkan pertanyaan fundamental: di manakah letak etika dan moral dalam proses ini? Apakah mekanisme PAW telah berubah menjadi alat kekuasaan semata, mengabaikan substansi demokrasi?

Antara Moralitas dan Kepatutan Publik

Dalam ranah etika politik, kita mengenal konsep manner and custom tata cara dan kebiasaan yang mencerminkan norma sosial masyarakat. Dalam konteks kekuasaan, moral publik menjadi barometer keabsahan politik: sebuah keputusan dinilai etis jika membawa maslahat bersama, dan sebaliknya, dianggap cacat moral jika menimbulkan keresahan.

Mengutip psikolog Gunarsa, moralitas adalah cermin penilaian masyarakat atas perilaku politik: akan dinilai positif bila berpihak pada rakyat, dan negatif jika menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Maka, ketika suara terbanyak diabaikan dan diganti atas nama "disiplin partai", masyarakat berhak mempertanyakan keabsahan moral dari keputusan tersebut.

Tantangan ke Depan: Antara Kepentingan dan Kesejahteraan

Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah gas, emas, sawit, dan lainnya. DPRA seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan pengelolaan sumber daya ini demi kesejahteraan rakyat. Harapan rakyat kini bertumpu pada Bunda Salma untuk membuktikan kapasitasnya, bukan sekadar kedekatan kekuasaan.

Namun, kejadian ini menjadi cermin buram demokrasi lokal yang patut dievaluasi. Sebab, substansi demokrasi bukan hanya soal prosedur, melainkan tentang keberpihakan pada kepentingan rakyat.

Demokrasi untuk Rakyat, Bukan Elite

Rakyat Aceh berhak mendapatkan penjelasan yang jujur dan transparan atas proses politik yang terjadi. Ketika aspirasi mereka diabaikan, demonstrasi menjadi wujud koreksi dan kontrol sosial yang sah dalam demokrasi.

Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap institusi politik hanya bisa dibangun melalui proses yang adil dan bermoral. Demokrasi bukan soal siapa yang dekat dengan kekuasaan, tapi siapa yang sungguh-sungguh memperjuangkan nasib rakyat. []

Editor: Hamdani

*) Penulis adalah Analisis kebijakan Publik
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Opini] Kontroversi PAW Bunda Salma: Etika, Moral, dan Masa Depan Demokrasi Aceh

Terkini

Topik Populer

Iklan