
Aceh Besar - Allah Swt melarang segala bentuk kezaliman, baik terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, maupun terhadap hukum-hukum Allah dalam empat bulan haram (mulia), yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Para ulama menyebutkan, keutamaan bulan-bulan ini menjadikan setiap kebaikan diganjar berlipat-lipat dan dosa pun dilipatgandakan akibat pelanggaran di waktu yang dimuliakan Allah.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kewirausahaan Universitas Syiah Kuala (USK) Prof Dr Mustanir Yahya MSc menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Besar Abu Indrapuri, 30 Mei 2025 bertepatan dengan 3 Dzulhijjah 1446 H.
“Ini panggilan menjaga diri, menahan diri dari maksiat dan memperbanyak amal saleh. Jangan kita kotori bulan yang Allah sucikan dengan perilaku yang Allah benci,” tegasnya.
Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan-bulan itu…” (QS. At-Taubah: 36)
Selanjutnya, ia menjelaskan keistimewaan sepuluh hari pertama Zulhijjah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Muhammad bersabda: “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah dibandingkan hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Zulhijjah).”
(HR. Bukhari).
Sepuluh hari pertama Zulhijjah adalah saat-saat yang sangat dicintai Allah. Lebih dari hari-hari lainnya. Karena itu, amal saleh yang dilakukan di dalamnya memiliki nilai dan bobot yang luar biasa di sisi Allah.
Menurut Prof Mustanir, sepuluh hari ini begitu istimewa karena di dalamnya terdapat hari Arafah yang penuh ampunan, terdapat hari raya Idul Adha, dan umat Islam menunaikan rukun Islam kelima, yakni ibadah haji. Karena seluruh rukun Islam bisa diwujudkan di dalamnya, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat (melalui sedekah dan infak), dan haji/kurban.
•
Demikian pula, tambahnya, Allah bersumpah demi fajar dan malam-malam yang sepuluh.
Allah Swt berfirman: “Demi fajar, dan malam-malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1–2).
Para mufasir seperti Ibnu Katsir dan Al-Qurthubi menjelaskan, yang dimaksud "malam-malam yang sepuluh" adalah sepuluh malam pertama Zulhijjah. Ketika Allah bersumpah dengan waktu tertentu, itu menunjukkan waktu tersebut sangat mulia dan mengandung keistimewaan besar.
“Amal saleh di waktu-waktu ini bukan sekadar berpahala besar, tetapi juga merupakan bentuk kecintaan kepada Allah dan tanggapan atas undangan-Nya,” ungkapnya.
Prof Mustanir juga menjelaskan tentang puasa Arafah yang mendapat ampunan dua tahun dosa. Nabi saw bersabda tentang puasa Arafah: “Puasa Arafah, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim).
“Ini anugerah yang luar biasa. Allah memberikan ampunan dua tahun hanya dengan satu hari puasa. Betapa murahnya rahmat Allah, namun betapa sedikitnya kita yang menyambutnya dengan penuh semangat,” tegasnya.
Prof Mustanir mengharapkan, umat Islam dapat mempersembahkan semua amal saleh pada sepuluh hari pertama Zulhijjah. Ini kesempatan mempersembahkan seluruh jenis amal saleh dalambentuk salat sunnah, puasa, membaca Al-Qur’an, dzikir, sedekah, doa, silaturahmi, berkurban, membantu sesama, bahkan sekadar senyum kepada saudara kita bisa menjadi amal unggulan.
Menurut dia, kita sering menjadikan Ramadan sebagai puncak ibadah, tetapi seharusnya setelah Ramadan, kita tidak turun, justru harus naik kelas dalam kebaikan. Setelah Ramadan ada Syawal, lalu Zulqa’dah, lalu datang Zulhijjah dengan kekuatan spiritual yang baru.
“Menariknya, dalam budaya jahiliah pun bulan-bulan haram ini dihormati. Mereka memberlakukan moratorium peperangan dan permusuhan. Jika orang musyrik bisa menghentikan kezaliman di bulan-bulan suci, mengapa kita yang beriman justru lengah dan lalai,” gugatnya.
Prof Mustanir menambahkan, di bulan yang mulia ini, banyak orang menanti uluran tangan kita. Ulurkan sedekah kepada anak yatim, fakir miskin, dan saudara-saudara kita yang membutuhkan. Bagi yang tidak bisa berhaji, berinfak dan berkurban adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah.
Demikian pula tilawah Al-Qur’an pun harus kita perbanyak. Kalau di bulan Ramadan kita bisa khatam, maka di Zulhijjah kita bisa mengulang atau bahkan menambah. Tidak ada waktu yang lebih baik dari waktu yang dicintai Allah.
“Untuk itu, mari kita jadikan bulan-bulan mulia ini sebagai momentum revolusi amal, bukan sekadar euforia sesaat. Perbanyak amal, perbanyak taubat, perbanyak sedekah, perbanyak doa, sebab bisa jadi, inilah bulan terakhir kita,” pungkas Imum Syik Masjid Kopelma Darussalam ini. [Sayed M. Husen]