Peluncuran buku Rekam Jejak Dua Windu Baitul Mal Aceh di Banda Aceh Hotel, pada Selasa, (28/11/2023).
Banda Aceh -- Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Aceh, Prof Dr Nazaruddin A Wahid MA, mengungkapkan, pengembangan pengelolaan wakaf yang profesional di Aceh masih jalan di tempat, khususnya dalam hal pengelolaan wakaf uang. Padahal, wakaf dianggap sebagai instrumen ekonomi yang dapat memberikan dampak perubahan bagi peningkatan ekonomi umat.
Prof Nazar menyatakan hal tersebut saat presentasi pada peluncuran buku Rekam Jejak Dua Windu Baitul Mal Aceh di Banda Aceh Hotel, Selasa (28/11/2023). Menurut dia, Baitul Mal perlu mendorong penyempurnaan regulasi guna meningkatkan kualitas pengelolaan wakaf uang.
Selain launching buku, kegiatan itu juga turut dilakukan bedah isi buku dengan narasumber Prof Dr Nazaruddin A. Wahid, MA, Dr M Jamil Ibrahim, SH MH MM, dan Ihan Nurdin, dengan moderator News Manager Serambi Indonesia, Bukhari M Ali.
Buku yang ditulis oleh Hayatullah Zuboidi, Ihan Nurdin, Riza Rahmi, Roly Triwahyudi dan Shafwan Bendadeh itu mendapat respon positif dari para peserta peluncuran buku, yang berlangsung hingga sore hari itu.
Menurut Prof Nazar, dengan adanya perbaikan dan penyempurnaan regulasi wakaf, dapat menciptakan dampak positif pengembangan wakaf produktif, wakaf uang, sekaligus meningkatkan peran Baitul Mal dalam pengelolaan wakaf.
"Dari sesi legalitas, wakaf uang sudah ada fatwa MUI dan disahkan pula oleh UU Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Demikian pula pengaturan tentang wakaf manfaat, wakaf asuransi, dan wakaf kontemporer lainnya," ujarnya.
Prof Nazar menegaskan, Baitul Mal dan pemangku kepentingan wakaf lainnya perlu terus melakukan sosialisasi wakaf uang, mengingat manfaatnya yang cukup besar bagi peningkatan aset dan kesejahteraan umat.
Ia berharap, Baitul Mal dapat menjadi motor penggerak dalam merumuskan kebijakan yang mendukung pengelolaan wakaf uang secara profesional. “Wakaf uang memiliki landasan hukum yang kuat, namun implementasinya di Aceh masih jalan di tempat,” ujarnya.
Dalam konteks ini, ia menilai perlu kerja sama antara berbagai pihak terkait, termasuk Baitul Mal, BWI, perbankan syariah, pemerintah daerah, dan nazir potensial untuk menciptakan ekosistem dan pengarusutamaan wakaf dalam setiap kebijakan pemberdayaan ekonomi.
Ia mengharapkan, dengan semakin meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai wakaf harta bergerak dan tidak bergerak, akan membuka peluang pengembangan potensi ekonomi produktif dan peningkatan kesejahteraan umat.
Prof Nazar optimis, dengan perbaikan regulasi, sosialisasi wakaf kepada masyarakat, dan sikap proaktif Baitul Mal dalam pengelolaan wakaf uang di Aceh, akan mengoptimalkan pengembangan potensi wakaf sebagai instrumen ekonomi. [Sayed M. Husen]