Bireuen - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bireuen Ariadi B Jangka mengaku kesal bukan kepalang, terkait ulah oknum wartawan yang dilaporkan Ketua Yayasan Almuslim Peusangan H. Teuku Munawar Yusuf yang merasa terganggu dengan ulah oknum wartawan F yang dituding memerasnya.
Dihubungi media ini Rabu, (28/12/2022) mengatakan, pihaknya merasa sangat terganggu dengan tindak tanduk oknum wartawan tersebut. Ketua PWI Bireuen Ariadi B Jangka mengatakan pihaknya akan memanggil wartawan bersangkutan untuk mempertanyakan tindak tanduknya di lapangan.
"Kalau memang oknum tersebut anggota PWI, maka kami akan memanggilnya. Nanti akan kami gelar rapat menyangkut persoalan itu,” kata wartawan senior ini.
Selanjutnya Ariadi menegaskan, setiap anggota PWI yang terbukti mencoreng citra organisasi akan diambil tindakan tegas terhadap yang bersangkutan.
“Hal itu bisa diproses hingga ke forum Dewan Kehormatan PWI Aceh. Mereka (Dewan Kehormatan) nantinya yang memutuskan sanksi bagi anggota PWI yang terbukti mencemarkan nama baik organisasi,” kata Pimpinan Redaksi Haba Daily dan metropolis.com ini.
Ariadi B Jangka juga memohon maaf kepada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan ulah ‘wartawan nakal’ di lapangan.
“Kami senantiasa mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melaporkan ke polisi jika mengalami pemerasan oleh oknum wartawan. Sekali lagi, kami tidak pernah mentolerir oknum wartawan yang melanggar hukum,” pungkasnya.
Sekedar informasi, kabar ini menyeruak ke ranah publik berawal dari merasa terganggunya pihak Yayasan Almuslim yang merasa diperas oleh oknum wartawan berinisial F.
“Kami terganggu dengan ulah oknum wartawan yang mendatangi dan menghubungi kami dalam beberapa hari ini,” kata Munawar Yusuf di hadapan Ketua PWI Bireuen Ariadi B dan sejumlah wartawan lainnya.
Teungku Munawar demikian dia biasa disapa mengatakan, hal itu berawal adanya beberapa santri Dayah Terpadu Almuslim yang keluar asrama di malam hari tanpa sepengetahuan pihaknya.
“Ada sekira tujuh santri yang keluar asrama malam itu, tiga perempuan dan empat laki-laki. Mereka telat balik, sehingga tidak bisa masuk ke asrama,” ungkapnya, didampingi Bendahara Yayasan Almuslim Peusangan H. Fauzi.
Padahal menurut pengakuan Teungku Munawar, persoalan tersebut sudah diselesaikan dengan memanggil orangtua masing-masing santri.
“Mereka membuat pernyataan siap dikeluarkan dari dayah jika mengulangi perbuatan serupa,” sebut Teungku Munawar.
Selanjutnya, kata Teungku Munawar, dirinya didatangi wartawan berinial F yang mempertanyakan perihal tersebut untuk diberitakan.
“Saya katakan hal ini tidak perlu diberitakan lagi karena sudah kami selesaikan secara kekeluargaan. Karena pembicaraan sudah mengarah ke uang, akhirnya saya menawarkannya Rp500 ribu,” katanya.
Namun, lanjut dia, oknum wartawan tersebut menolaknya kalau hanya diberikan uang sejumlah itu. “Dia langsung mematok tarif dan mintanya Rp5 juta. Kalau tidak kami berikan uang sebesar itu, dia mengancam akan memberitakan persoalan tersebut,” paparnya.
Mendengar permintaan itu, Tengku Munawar mengaku dirinya sempat terkejut dan menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki uang sebesar itu.
“Tapi dia seperti memaksa kami. Dia lagi-lagi mengancam akan meberitakan persoalan tersebut dan hanya dihentikan pemberitaannya kalau disiapkan uang Rp10 juta,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kala itu dirinya merasa terdesak sehingga mempersilakan wartawan F menulis sesuka hatinya.
“Kalau tidak mau menerima seperti yang kami kasih, ya silakan tulis sesukamu. Begitu saya katakan kepadanya dan tak menggubrisnya lagi,” ungkap Teungku Munawar.
Menurut Teungku Munawar, ternyata tak hanya wartawan F yang mempertanyakan hal itu ke pihaknya.
“Belakangan muncul wartawan lain yang menanyakan persoalan serupa. Walau belum sampai pada upaya pemerasan, kedatangan wartawan yang tidak jelas belakangan ini juga sudah membuat kami merasa tidak nyaman,” katanya.
Karena itu, baik Teungku Munawar maupun H. Fauzi, memutuskan mengadukan kondisi tersebut ke PWI Bireuen.
“Kami hanya berharap pihak PWI dapat menegur wartawan tersebut,” harapnya. [Hamdani]