Iklan

terkini

Harga Melambung Pasca Bencana di Aceh: Ulah Pedagang Nakal yang Tak Masuk Akal

Redaksi
Rabu, Desember 03, 2025, 13:04 WIB Last Updated 2025-12-03T06:07:27Z
Antian panjang kendaraan di SPBU menjadi pemandangan yang biasa pasca banjir dan longsor di Aceh. Para pengguna kendaraan rela antri berjam-jam hanya untuk bisa mendapatkan seliter minyak. (Foto/Hamdani)

Laporan: Hamdani

Langit Aceh memang sudah kembali cerah, tetapi luka yang ditinggalkan akibat  banjir dan longsor beberapa hari lalu belum sepenuhnya kering. Di sejumlah kecamatan, lumpur masih menempel di dinding rumah, tenda-tenda pengungsian masih berdiri, dan dapur umum tetap beroperasi. 

Di tengah suasana sulit itulah, satu persoalan baru muncul dan justru datang dari sesama anak negeri sendiri: ulah pedagang nakal yang menaikkan harga barang secara tak masuk akal.

Saat masyarakat sedang berjuang untuk bangkit, pedagang di beberapa pasar Aceh justru kompak menaikkan harga kebutuhan pokok. 

Pantauan saya di lapangan dalam beberapa hari ini, harga telur satu papan kini mencapai Rp150 ribu, jauh di atas harga normal. Padahal, telur menjadi salah satu sumber protein paling terjangkau yang sangat dibutuhkan para pengungsi.

Tak berhenti di situ. Harga cabe merah dan bawang merah, dua komoditas yang selalu dibutuhkan, harganya  juga melonjak tajam hingga Rp200–300 ribu per kilogram. Bukan hanya memberatkan, tetapi hampir tak masuk nalar.

“Kami ini baru saja keluar dari musibah, kok masih harus ditimpa harga seperti ini?” keluh seorang ibu di salah satu pasar tradisional di Kabupaten Bireuen kepada saya, matanya berkaca-kaca sambil menggenggam tiga butir bawang merah.

BBM Eceran: Harga Melayang, Logika Hilang

Lebih parah lagi kondisi di sektor bahan bakar. Di saat mobil-mobil bak terpal mengangkut bantuan, pedagang BBM eceran memanfaatkan situasi dengan menaikkan harga secara brutal. Pertamax dijual Rp35 ribu per liter, sedangkan pertalite mencapai Rp30 ribu per liter—tiga kali lipat dari harga dasar sekitar Rp10 ribu.

“Kami butuh BBM untuk evakuasi dan mengantar bantuan, tapi harga di eceran sudah seperti jualan emas,” kata seorang relawan yang ikut mengangkut logistik ke daerah pedalaman.

Antrian di SPBU pun mengular panjang berjam-jam. Ironisnya, para pedagang BBM eceran diduga turut memperpanjang antrian tersebut dengan ikut mengisi jeriken dalam jumlah besar, lalu menjualnya kembali dengan harga setinggi langit.

Masyarakat Geram, Pemerintah Diminta Bertindak

Dalam keadaan serba sulit ini, masyarakat tak tinggal diam. Keluhan, amarah, hingga kecaman terbuka banyak disuarakan. Bagi warga, ulah pedagang nakal ini bukan lagi sekadar tindakan ekonomi, tetapi bentuk penganiayaan terhadap sesama yang sedang kesusahan.

“Kami bisa paham kalau ada kenaikan sedikit karena distribusi terganggu, tapi harga seperti sekarang itu sudah tak manusiawi. Jangan berdalih hukum pasar,” ujar seorang tokoh masyarakat kepada saya, pada Rabu, 3 Desember 2025 yang namanya tak mau dipublish.

Warga sangat berharap pemerintah melalui dinas terkait, aparat penegak hukum, hingga Satgas pangan untuk segera turun tangan menstabilkan harga dan mengambil tindakan tegas kepada para pedagang nakal.

Kenaikan harga memang bisa terjadi saat terjadi bencana. Namun yang kini berlangsung bukan sekadar fluktuasi, melainkan spekulasi yang mempermainkan penderitaan. Di tengah situasi krisis, solidaritas seharusnya lebih kuat dari kalkulasi untung-rugi.

Ketika Kemanusiaan Lebih Berharga dari Keuntungan

Aceh sudah berkali-kali diuji oleh bencana. Dari tsunami hingga banjir besar, rakyat Aceh selalu menunjukkan ketangguhan. Namun bencana sosial berupa keserakahan ini tak kalah berbahaya dari bencana alam itu sendiri.

Di saat pengungsi menggigil kedinginan di tenda, dan relawan belum berhenti bekerja, menaikkan harga secara tak wajar adalah tindakan yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan keislaman yang selama ini menjadi identitas Aceh.

Pemerintah perlu hadir. Masyarakat perlu bersuara,  dan pedagang perlu diingatkan: jika tidak mampu membantu, jangan menganiaya.

Saat Aceh berusaha bangkit kembali, tidak seharusnya segelintir orang menambah berat beban dengan “akrobat harga” yang tak masuk akal. Kini saatnya nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial berdiri lebih tinggi daripada sekadar keuntungan sesaat. []
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Harga Melambung Pasca Bencana di Aceh: Ulah Pedagang Nakal yang Tak Masuk Akal

Terkini

Topik Populer

Iklan