
Dua orang remaja pria yang terlihat santai nongkrong di sejauh kafe di Kabupaten Bireuen. (Foto/Hamdani)
Laporan: Hamdani
Bireuen Kota Santri telah dideklarasikan oleh Plt. Guburnur Aceh Nova Iriansyah pada saat Peringatan Hari Santri ke-VI di Halaman Kantor Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bireuen pada 22 Oktober 2020 silam.
Seharusnya penetapan Bireuen sebagai Kota Santri memiliki sejarah penting bagi Aceh dan Pemkab Bireuen itu sendiri, dan harusnya menjadi kebanggaan juga buat warga kabupaten keripik pisang ini. Tapi ironisnya gelar terhormat sebagai Kota Santri kerap dikotori oleh warganya sendiri.
Hal ini sebagaimana pengamatan saya, Sabtu, 14 Juni 2025 lalu, saat saya nongkrong bersama kawan saya Zulfikar di sebuah kafe kecamatan, terlihat dua remaja pria duduk memakai celana pendek ketat.
Kawan saya langsung Zulfikar langsung membisiki saya, "sekarang banyak sekali anak-anak muda yang menggunakan celana pendek seperti itu nongkrong di kafe-kafe. Padahal itu kan aurat? Malu kita Bireuen dijuluki Kota Santri kalau begini," keluh Zulfikar kepada saya.
"Apakah dalam hal ini Satpol PP dan WH Kabupaten Bireuen tak mengambil tindakan apapun dan melakukan razia terhadap pria yang memakai celana pendek dan kerap nongkrong di kafe?" lanjutnya mempertanyakan.
Pertanyaan dari rekan saya itu memang tak berlebihan, karena berdasarkan pengamatan saya, akhir-akhir ini memang semakin banyak remaja, baik remaja pria maupun remaja putri yang menggunakan pakaian tak pantas, dan tak sesuai dengan semangat penerapan syariat Islam.
Bahkan saya melihat, sudah mulai ada perempuan yang berani melepaskan jilbabnya di keramaian, plus menggunakan pakaian ketat memperlihatkan lekuk tubuh duduk santai di kafe-kafe yang bertebaran di Kota Bireuen bahkan sampai di kecamatan-kecamatan.
Tak kalah mirisnya, kaum lelaki juga tak mau kalah, mereka menjadi tak risih menggunakan celana pendek super ketat pamer paha. Tentu sudah saatnya Pemkab Bireuen melalui pihak yang berwenang dalam hal ini Satpol PP/WH menuntaskan persoalan ini.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) Kabupaten Bireuen saat ini dijabat oleh Chairullah Abed, SE, yang saya hubungi pada Rabu, 18 Juni 2025 sore, mengatakan bahwa pihaknya selama ini kerap melakukan razia.
"Selama ini kita sudah sering melakukan razia, tapi mungkin hanya sebatas di jalan-jalan raya," katanya.
Terkait dengan remaja yang menggunakan pakaian yang tak sesuai syariat Islam, Chaidir Abed berjanji akan segera melakukan razia.
"Kalau ada laporan masyarakat seperti itu. Mungkin sesekali kami perlu juga melakukan razia ke kafe-kami pada malam hari, termasuk ke kafe-kafe yang ada di kecamatan," ucapnya.
Terkahir Chaidir Abed mengatakan, bahwa penegakan syariat Islam tak memandang gender, dan dia menghimbau, bahwa penegakan syariat Islam harus menjadi kesadaran bersama.
"Karena penegakan Syariat Islam ini bukan hanya untuk perempuan, tapi untuk kaum pria juga. Seharusnya ini menjadi kesadaran bersama," pungkasnya.
Pun demikian, masyarakat tentunya akan menunggu aksi nyata dari Pemkab Bireuen dalam hal ini Satpol PP/WH yang diberi otoritas menegakkan syariat Islam di Kabupaten Bireuen.
Apalagi kondisi ini sudah sangat meresahkan dan membuat risih masyarakat, apalagi Kota Bireuen dilabeli sebagai Kota Santri. Tentu pelabelan ini bukan hanya sekedar nama, tentu penerapan implementasinya juga harus sesuai dengan label.
Terkait aturan berpakaian dalam Islam, saya kutip dari buku Islam dan Batasan Aurat Wanita oleh Nuraini dan Dhiauddin menyebutkan pengertian dari aurat adalah bagian dari tubuh orang Islam baik laki-laki maupun wanita yang tidak boleh dinampakkan pada orang lain, kecuali mahram dan suami istri.
Disebutkan, adapun batasan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haid (baligh) tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali wajah dan telapak tangan.
Sedangkan aurat bagi laki-laki adalah anggota tubuh antara pusar hingga lutut.
Jika menyimak aturan surat dalam Islam ini, tentunya banyak pria dan wanita di Kabupaten Bireuen yang sudah melanggar syariat Islam dalam berpakaian. Oleh sebab itu, mudah-mudahan penegakan hukum dan aturan berpakaian di Kabupaten Bireuen ini tidak dilakukan secara tebang pilih dan suka-suka, tapi harus dilakukan secara berkala dan masif oleh otoritas yang ditunjuk. Supaya julukan Kota Santri tidak berat di nama. []