Aceh Besar – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial (medsos). Fatwa ini sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk menjadi pedoman dan panduan dalam menyikapi derasnya informasi di era media sosial saat ini.
“Apalagi berbagai hal bisa dengan mudah viral di dunia maya dan diperlukan panduan dalam menyikapinya. Untuk itu, dalam komunikasi melalui media sosial umat Islam harus mempedomani fatwa MUI tersebut,” kata Pimpinan Dayah Madrasatul Qur’an Ustaz Dr. Emi Yasir, Lc, MA dalam khutbah Jumat di Masjid Jamik Bukit Baro, Cot Goh, Kecamatan Montasik, (15/09/2023) kemarin.
Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh ini menjelaskan, setidaknya ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam bermedia sosial menurut fatwa tersebut.
Pertama, dalil dalam Alquran dan hadits yang menjadi panduan dalam bermedia sosial, yaitu firman Allah Swt yang memerintahkan pentingnya tabayyun atau klarifikasi terhadap informasi yang kita peroleh.
Demikian pula, Nabi Muhammad saw telah memberikan petunjuk bagi umatnya dalam berkomunikasi dan juga dalam menerima informasi dari berbagai berita.
“Kedua, umat Islam harus memperhatikan hal-hal yang diharamkan, seperti melakukan ghibah, fitnah, dan penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan, menyebarkan hoaks, pornografi, kemaksiatan, berprasangka buruk, serta segala hal yang terlarang secara syar'i,” urainya.
Ketiga, kata Emi Yasir, umat Islam perlu memahami panduan-panduan dalam bermedia sosial, dengan cara menyadari bahwa informasi yang berasal dari media sosial memiliki dua kemungkinan, yakni benar dan salah.
Dari dua hal ini kita harus ketahui, bahwa yang baik di media sosial itu belum tentu benar. Yang benar belum tentu bermanfaat. Yang bermanfaat belum tentu cocok disampaikan ke ranah publik.
“Tidak semua informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik. Kita tidak boleh langsung menyebarkan informasi sebelum dicek dan dilakukan proses tabayyun dan dipastikan manfaatannya,” ujarnya.
Keempat, umat Islam harus memahami pedoman dalam memproduksi atau membuat konten di media sosial. Kita harus menggunakan kalimat yang baik, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain. Konten yang kita buat di media sosial juga harus menyajikan informasi yang bermanfaat, mewujudkan kemaslahatan, dan menghindar dari berbagai kerusakan (mufsadat).
Kelima, kita perlu berpedoman dalam menyebarkan informasi di media sosial di antaranya memastikan bahwa informasi yang kita sebarkan adalah benar dari aspek isi, sumber, waktu, tempat, latar belakang, serta konteks informasi yang disampaikan.
Emi Yasir menegaskan, informasi yang kita sebar juga harus bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut. Jangan dengan mudah kita menyebarkan informasi yang kita dapatkan.
Karena itu, memiliki norma dan etika dalam bermedia sosial yang sesuai dengan tuntunan dan perintah Allah Swt sangat penting saat ini, sehingga tidak mengendurkan keimanan dan ketakwaan kepada-Nya.
“Hal ini menjadi penting diperhatikan oleh pengguna madia sosial, agar tidak berdampak buruk terhadap psikologi individu dan juga hubungan dengan individu lainnya,” pungkasnya. [Sayed M. Husen]