Iklan

terkini

[Opini] Ketika Agus Salim Memata-Matai Tjokroaminoto

Redaksi
Minggu, November 27, 2022, 07:58 WIB Last Updated 2022-11-27T00:58:38Z

Oleh: Nuim Hidayat*)

Tiap negara pasti ada pertarungan. Pertarungan politik antara kaum kafir dan kaum Muslim. Kaum kafir seringkali memanfaatkan kaum munafik untuk melawan kaum Muslimin.

Pertarungan itu terjadi antara penjajah Portugis atau Belanda yang kafir melawan kaum Muslimin. Belanda seringkali memberi bayaran kepada orang Islam untuk menjadi mata-mata atau anteknya. 

Agus Salim pernah menjadi intel Belanda untuk memata-matai Tjokroaminoto. Ia pun sering akhirnya memata-matai Tjokro.

Setelah memata-matai Tjokro cukup lama, Agus Salim bukannya benci kepada Tjokro tapi malah kagum dan mendukung Tjokro.

Suatu saat Agus Salim mendengar pidato hebat Tjokro. Sebagaimana kita ketahui, Tjokro adalah orator yang hebat. Suaranya terdengar enak dan isinya bernas. Ribuan rakyat yang mendengarnya, dan tidak beranjak bila Tjokro pidato.  Bahkan setelah pidato banyak rakyat ingin mencium kakinya. Rakyat menjuluki Tjokroaminoto sebagai Ratu Adil dan pemerintah Belanda menjuluki Tjokro sebagai Raja Tanpa Mahkota.

Setelah mendengar pidato Tjokro, Agus Salim minta bertemu empat mata. Tjokro pun menyanggupinya karena Agus Salim adalah orang hebat yang saat itu menjadi Pemimpin Redaksi sebuah majalah di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Agus Salim menyatakan kekagumannya terhadap Tjokro. Di pertemuan empat mata itu, ia terus terang menyatakan bahwa ia Intel Belanda. 

Agus Salim kemudian menjelaskan bahwa ia tidak setuju dengan Tjokro yang membiarkan rakyat mencium kakinya. Tjokro menyatakan bahwa bukankah manusia dilarang bersujud kepada manusia lain? Sujud hanya boleh kepada Allah semata?

Tjokro senang kepada Agus Salim yang berterus terang kepadanya. Ia berterima kasih kepadanya. Ia menyatakan bahwa sebenarnya dirinya tidak mau dicium kakinya. Tapi rakyat sendiri yang melakukannya. Kritik Tjokroaminoto kepadanya itu diterimanya dengan senang hati.

Dalam pertemuan itu Tjokro juga mengajak Agus Salim untuk bergabung dengan SI. Agus Salim menyanggupinya, sehingga ia menjadi tokoh nomor dua di SI.

Rakyat saat itu memang suka berkumpul mendengarkan pidato Tjokro. Setelah pidato, mereka berebutan ingin mencium kaki tokoh itu. Kalau tidak bisa mendekat, mencium kaki Tjokro, mereka mencium kaki pengawalnya. Ketika pengawal itu protes bahwa dirinya bukan Tjokro, mereka menyatakan bahwa ingin dapat keberkahan dari pengawal Tjokro. 

Tjokro memang hebat, di masa kepemimpinannya, anggota Sarekat Islam mencapai 2,5 juta saat itu. SI memang menjadi organisasi pertama Islam yang dengan gigih melawan Belanda.

Soekarno yang pernah kos di rumah Tjokro, gang Paneleh Surabaya, sering mengikuti pidato Tjokro. Ia pun belajar hampir tiap malam di depan cermin pidato seperti Tjokro. Kawan-kawannya seperti Alimin dan Musso mengejeknya. Selain tiga orang itu, Kartosuwiryo juga pernah kos di rumah itu.

Sayang Soekarno ketika kuliah di 'ITB Bandung' kemudian menceraikan Oetari, anak Tjokroaminoto. Soekarno tidak bisa menahan nafsunya melihat kecantikan ibu kosnya, Inggit Ganarsih.  Bercerainya Soekarno dengan Oetari bisa dikatakan Soekarno bercerai dengan ideologi Tjokroaminoto (Islam). Soekarno memang saat itu sedang tergila-gila dengan ideologi Marxisme. Di kemudian hari Soekarno menyatakan dirinya menganut paham Marhaenisme, paham Marxisme ala Indonesia. 

Makanya jangan heran ketika Soekarno berkuasa, ia menetapkan Hari Kebangkitan Nasional adalah hari lahirnya Budi Utomo, bukan Sarekat Islam. Begitu pula Soekarnolah yang memimpin rapat untuk penghapusan kata Islam di pembukaan dan batang tubuh UUD 45 pada tanggal 18 Agustus. Soekarno juga memilih tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara bukan KH Hasyim Asyari atau KH Ahmad Dahlan. 

Soekarno tentu saja ada jasanya untuk negeri ini. Karena dia berani melawan penjajah Belanda dan pernah di penjara. Tapi dosa politik Soekarno kepada umat Islam juga banyak. Selain yang disebutkan di atas Soekarno juga membubarkan partai Islam Masyumi dan memenjarakan tokoh-tokohnya.

Soekarno adalah penganut pluralisme agama, semua agama sama di matanya. Sebagaimana pandangan Jokowi saat ini.

Perjuangan umat Islam di Indonesia, akan terus berlangsung di negara ini. Perjuangan kaum sekuler dan Islamofobia melawan kaum Muslim. Pertarungan ideologi Marxisme melawan ideologi Islam.

Semoga pertarungan yang terjadi adalah pertarungan pikiran atau gagasan membangun negeri ini. Bukan pertarungan fisik yang akan merugikan semuanya. Semoga musyawarah didahulukan daripada bentrok fisik. Wallahu azizun hakim.

Renungkanlah firman Allah : "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."  (QS An Nur 55). []

*) Penulis adalah Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Bogor
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • [Opini] Ketika Agus Salim Memata-Matai Tjokroaminoto

Terkini

Topik Populer

Iklan