Iklan

terkini

Haji Uma: Razia Plat Kenderaan Aceh Oleh Gubernur Sumut Tendensius dan Bahayakan Keharmonisan Antar Daerah

Redaksi
Minggu, September 28, 2025, 21:10 WIB Last Updated 2025-09-28T14:10:37Z
Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos. (Foto/Ist)

Jakarta - Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, S.Sos ikut menyoroti kebijakan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) yang melarang dan mewajibkan kenderaan plat Aceh (plat BL) yang beroperasi di Sumut untuk mengganti dengan plat BK. 

Menurut senator yang akrab disapa Haji Uma ini, kebijakan itu terkesan emosional dan tendensius. Bijaknya, selaku daerah yang bertetangga maka dilakukan koordinasi terlebih dahulu antar pemerintah daerah serta dilakukan proses sosialisasi yang intensif sebelum diterapkan maksimal sehingga tidak memicu sentimen serta mengganggu keharmonisan antar darerah bertetangga. 

"Saya rasa kebijakan tersebut tendensius dan grasa-grusu. Lebih bijaknya, dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah dulu serta proses sosialisasi intensif sebelum diterapkan sehingga tidak memicu potensi sentimen dan menggangu keharmonisan antar daerah bertetangga", ujar Haji Uma pada media ini, pada Minggu (28/09/2025). 

Lebih lanjut, Haji Uma menegaskan razia tersebut mestinya tidak menyasar mobil atau kenderaan plat BL yang melintas dengan tujuan pengangkutan barang atau penumpang lintas daerah. Karena hal itu tidak realistis serta tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak ada unsur pelanggaran aturan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Haji Uma menjelaskan, keberadaan kendaraan berplat BL yang beroperasi di Medan pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki jalur lintas provinsi. 

"Sebagai daerah bertetangga, tentunya kenderaan saling melintas antar Aceh dan medan dengan plat BL maupun plat BK. Ini mestinya tidak boleh menjadi sasaran dari razia tersebut karena ada aturan hukum yang mengatur yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan", tegas Haji Uma. 

Haji Uma menambahkan, kendaraan tersebut membawa hasil bumi, kebutuhan pokok, hingga jenis barang lainnya yang menjadi penopang penting bagi aktivitas ekonomi Aceh maupun Sumatera Utara. Selain itu, pemilik dan pengemudi kendaraan berplat BL sebagian besar adalah warga Aceh yang memiliki hak untuk melintasi jalur nasional.

Lebih jauh, ia menilai kebijakan tersebut tidak hanya lemah secara hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan gesekan antar provinsi yang selama ini telah hidup berdampingan. 

Haji Uma mengingatkan, bahwa contoh nyata bisa dilihat di DKI Jakarta. Setiap hari, ribuan kendaraan dari Jawa Barat masuk ke ibu kota tanpa pernah dipersoalkan, bahkan menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi yang saling bergantung dan saling membutuhkan.

Menurutnya, semestinya pemerintah daerah bisa menempatkan diri secara bijak, bukan malah menerapkan aturan yang menimbulkan kontroversi dan melemahkan iklim kerja sama. Karena itu, ia berencana menyurati Menteri Dalam Negeri agar menertibkan kebijakan pemerintah daerah yang dinilai menyimpang, sekaligus memastikan bahwa prinsip hubungan antar provinsi tetap dijaga sesuai bingkai NKRI.

“Hubungan Aceh dan Medan sudah terjalin lama, baik dalam perdagangan maupun interaksi sosial. Jangan sampai hubungan yang baik ini dirusak oleh kebijakan sepihak yang justru mengorbankan kepentingan masyarakat luas,” ujar Haji Uma.

Ia menekankan, perekonomian Aceh sangat bergantung pada kerja sama erat dengan Medan. Banyak kebutuhan pokok dan sembako Aceh yang dipasok dari Medan, sehingga Sumatera Utara memperoleh keuntungan ekonomi yang tidak kecil. Kondisi ini juga memberikan kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumatera Utara.

Oleh karena itu, Haji Uma mendesak agar jangan hanya melihat persoalan dari perspektif sempit semata, misalnya dari sisi pajak kendaraan. Jika kita berbicara soal keadilan dan hubungan timbal balik, maka Aceh pun bisa bersikap ekstrem terhadap kendaraan berplat BK yang setiap hari hilir mudik di Aceh. 

"Mestinya Gubsu jangan hanya melihat ini dalam perspektif sempit, hanya dari segi pajak pendapatan daerah semata. Sebab Aceh tidak pernah mengambil langkah diskriminatif seperti itu, karena kita memahami pentingnya sikap saling menghargai,” jelasnya.

Ia pun mengajak pemerintah provinsi Sumatera Utara untuk meninjau ulang kebijakan tersebut dengan kearifan dan pertimbangan yang lebih matang. 

“NKRI dibangun atas dasar persatuan, kerja sama, dan penghormatan antar daerah. Jangan sampai kebijakan daerah justru menjadi penghalang kerja sama ekonomi dan persaudaraan yang sudah terjalin puluhan tahun,” tutup Haji Uma. [Hamdani]
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Haji Uma: Razia Plat Kenderaan Aceh Oleh Gubernur Sumut Tendensius dan Bahayakan Keharmonisan Antar Daerah

Terkini

Iklan